PUTRI DI DALAM HUTAN
BAB 1
Awal Petualangan
Neo menarik selimutnya. Pagi hasri di Pulau Samosir memang sangat dingin. Neo pun terlelap kembali. Tak lama kemudian ada yang menggelitik kakinya. Matanya terbuka sedikit. Sesuatu yang menyeringai kepadanya.
"Huaaaaa!" Neo melemparkan selimut ke arah wajah berbulu itu.
Terdengar suara gelak tawa di bawah tempat tidurnya. Neo melongok. Di sana seorang anak perempuan tertawa terbahak-bahak sambil memeluk boneka orang utan.
"Mbak Nara!" seru Neo kesal. Nara semakin tergelak. Neo membalikan badan dna kembali tidur. melihat hal itu Nara buru-buru berdiri dan menarik tangan Neo. "Ayo bangun! Petualangan akan dimulai."
Neo sudah berpakaian rapi lengkap dengan tas dan sepatu kesayangannya. Hidungnya mengendus aroma yang enak.
"Wah, nasi goreng ala chef Papa," seru Neo sambil bergegas ke dapur.
Nara memasukan kamera palaroid kesanyan di dalam tas lalu mengalungkan binocular. Mama yang berada di sebelahnya juga sedang mengemasi peralatannya yang sama. Hanya saja lebih besar dan canggih.
Mamanya adalah seorang peniliti burung. Kali ini dia bertugas mendata burung-burung di Pulau Samosir. Nara dan Neo bisa ikut karena mereka libur. Selama di Pulau Samosir mereka tinggal di rumah seorang penjada hutan bernama Pak Binsar
Seorang laki-laki botak selalu tersenyum muncul sambil membawa jaring kabut. Dialah Pak binsar
Nara tertawa, "Itu burung apa sapi, Pak?"
Pak Binsar memang suka menggoda anak-anak. Nara justru menganggap Pak Binsar itu lucu meski kadang suka membual.
Papa muncul dari belakang dengan menjinjing kota-kotak makanan. Neo membantu Papa dengan membawa botol-botol minum. Mama tersenyum menyambut keduanya. Mereka sudah siap berangkat.
Tak lama kemudian mereka berjalan di jalan yang diapit pepohonan. Di bawah sana Danau Toba terbentang luas
Tempat ini sangat cocok untuk Nara yang suka menjelajah alam dna suka memfoto. Berbeda dengan Nara, Neo sebetulnya lebih suka menghabiskan waktu di dalam rumah. Dia lebih memiilih membantu Papa memasak dari pada harus berjalan-jalan sampai jauh. Neo juga lebih suka membaca buku.
Nara dan Neo adalah anak kembar yang berbeda wajah dan sifatnya. Banyak orang tidak menyangka jika mereka ini kembaran. Meski berbeda mereka berdua saling menjaga satu sama lain.
Selama perjalanan itu Nara lebih sering berhenti untuk memfoto danau. bunga-bunga, dan kupu-kupu. Neo sering menengok ke belakang untuk mengawasi kakaknya.
Mama menunjuk ke tempat yang agak lapang, "Kita pasang jaring kabut di sana."
Mama dan Pak Binsar akan menangkap burung dengan jaring kabut. Namun, Mama tidak bermaksud jahat pada burung-burung itu. Setelah Mama mengidentifikasi, mengukur, meninmbang, dan mencatat, burung-burung itu akan dilepas kembali.
Neo menoleh ke belekang. Nara tidak tampak. Dia pasti masih di sekitar jalan tadi, pikir Neo yang segera menyusulnya. Betul saja Nara sedang berada di depan pohon. Kepalanya mendongak. Dia melihat sesuatu dengan binocular. Neo hendaknya menegurnya tetapi Nara buru-buru mengacungkan jari di depan mulut. lalu tangannya menunjuk keatas.
"Lihat, ada burnug pelatuk," bisiknya. Dia mengambil kamera dan mengarahkan ke burung itu. Tak lama kemudian muncul selembar foto dari kemeranya.
Dia tersenyum puas sambil mengeluarkan buku besar yang berisi foto-foto hasil jepretannya dari dalam tas ransel. Kebanyakan foto itu berisi tanaman dan binatang. Nara juga menulis catatan kecil dibawah foto-foto itu yang didapat dari internet ataupun berdasarkan penjelasan mamanya. Nara menyebut buku besar itu "ENsiklopedia"
Neo tidak menjawab. Nara heran lalu menoleh kearah Neo yang berdiri kaku. kepalanya menunduk dan badannya gemetar.
"Hei, kamu kenapa?"
Tiba-tiba Neo memeluk tangan Nara lalu berbisik"Mbak, aku takut."
BAB 2
AROMA MISTERIUS
"Kenapa takut? Tidak ada apa-apa di sini," Kata Nara. Neo justru semakin gemetar.
"Bau tidak?" Bisik Neo
"Kamu kentut?"
Neo mendesah kesal, "Bukan, Nah, baunya datang lagi."
Nara mengangkat wajahnya, ikut mengendus-endus. "Hemm baunya wangi," kata Nara. Aromanya menyengat dengan sedikut arima manis, Nara menjadi bingung mengapa Neo takut dengan bau itu/
"Baunya sama dnegan bau sekitar rumah Mbah Kakung di Jawa. Ingat tidak saat kita jalan-jalan sama Lek Supri?" kata Neo. Nara masih terlihat mengingat-ingat. Neo menjadi tidak sabar.
"Kata Lek Supri..." Neo mendekati Nara lalu berbisik, "Kalau ada bau seperti ini biasanya ada ..." Neo berhenti bicara. Dia menelan ludah.
"Ada apa?" tanya Nara penasaran.
"Ada hantu," kata Neo selirih mungkin.
Nara mengernyitkan matanya.
"Jadi dulu kamu dan Lek Supri lihat hantu setelah mencium bau ini?"
Neo menggeleng, "TIdak, sih. tapi ..."
"Bagaimana kalau kita cari saja sumber baunya?" potong Nara.
Neo membelalak saat mendengar perkataan Nara, "Baunya dari sana."
Nara berjalan lebih dulu. Dia sama sekali tidak terpengaruh dengan cerita hantu itu.
"Mbak Nara, ayo kita ke tempat Papa Mama saja."
Nara tidak memedulikan Neo dan terus berjalan. Neo jadi bingung. TIba-tiba saja bau itu datang lagi. Kali ini lebih tajam. Neo bergidik. Dia segera berlari menyusul kakaknya.
"Hei lihat," tunjuk Nara.
Mereka menemukan jalan setapak. au itu semakin kuat dari sana.
Jalan itu cukup bersih dan terawat, artinya sering di lewati orang. Itu sebabnya Nara berani berjalan ke arah sana. Kepala Nara menoleh ke kanan kiri, melihat kondisi sekitarnya. Sementara itu, Neo berjalan di belakang sambil memegangi ujung kaus kakaknya. Beberapa kali Neo menginjak bagian belakang sepatu Nara.
"Ih Neo, aku bisa jatuh, loh." Neo hanya meringis. Dia melepaskan pegangan tangannya. Namun, saat Nara berjalan lagi Neo kembali memegang tangan kakaknya.
Semakin masuk ternyata jalan setapak itu makin melebar, mengarah ke halaman yang luas, Di tengah halaman itu berdiri rumah kayu yang tertutup rapat. Model rumah itu mirip rumah Pak Binsar. Orang-orang sekitar menyebutnya rumah Bolon
"Balik saja yuk, Mbak," bisik Neo.
"Aku yakin baunya dari dalam rumah itu."
Nara tetap berjalan mendekati rumah itu. Kepalanya celingak-celinguk. Tiba-tiba terdengar suara jendela di buka.
Kriet-kriet."Huaaaaa lari!" teriak Neo
"Neo, tunggu!" seru Nara sambil menarik tangan Neo untuk berhenti. Mereka sudah berlari keluar dari jalan setapak. Tangan Neo bersandar pada pohon sementara tubuhnya membungkuk. Napasnya tersengal-sengal. Dia sangat ketakutan hingga tidak sadar sebelah sepatunya tertinggal. Nara juga masih sibuk mengatur napas. Tanganya menyeka keringat di dahi. Sebagian masuk ke mata yang sekarang terasa pedas.
Kresek-kresek.
Mereka berdua menoleh ke arah suara. Neo segera melompat ke arah Nara dan memegangi lengannya, "Hih hantu itu menyusul kemari."
Nara bergerak ke arah pepohonan itu. Dia berpikir belum tentu itu hantu. Bisa saja ada hewan yang membutuhkan bantuan mereka. Neo masih memegangi Nara. Saat mereka sampai di depan pohon besar tiba-tiba satu sosok melompat ke arah mereka
"BUAAAA!"
Nara dan Neo berpelukan sambil berteriak, "Hiya!" Terdengar suara tawa, Neo dan Nara menoleh saat mengenali suara itu.
"Pak Binsar!"
"Kenapa kalian disini?" tanya Pak Binsar. Neo segera mendekati Pak Binsar dan berbisik, "Aku mencium bau wangi lalu tiba-tiba ada hantu muncul."
Wajah Pak Binsar berubah. Kali ini senyumnya lenyap. "Kalian harus hati-hati kalau ada bau itu." Neo dan Nara saling berpandangan.
"Bau itu bisa mengundang hantu-hantu hutan. Tahu tidak? Mereka tidak suka sama anak kecil. Mereka akan menangkap anak-anak kecil dan emletakkannya di atas pohon hariara."
"Pohon hariara?" seru kedua anak itu bersamaan. Pak Binsar menunjuk sebuah pohon. Neo dan Nara melihat pohon yang sangat besear mirip beringin. Pohon itu seperti raksasa dnegan banyak tangan panjang. Jika berada di pucuknya pasti susah turun. Memabyangkannya saja sudah membuat Neo menggigil.
"Ngomong-ngomong di mana sepatumu?" tanya Pak Binsar kepada Neo. Neo melihat ke arah kakinya. Ternyata sepatunya hanya satu.
"Aduh. bagaimana ini? Aku takut ke sana lagi."
"Biar saya mencarinya. Kalian pulang saja."
Neo dan Nara saling berpandangan lalu berjalan meuju arah pulang.
BAB 3
ANAK PEREMPUAN YANG
MENGEMBALIKAN SEPATU
Sore telah tiba. papa sibuk memasak untuk makan malam. papa memang jago masak dan suka menjelajah untuk menemukan resep baru. Neo dan Nara sedang duduk duduk di tangga luar rumah pak Binsar. Neo sedang asyik membaca. Nara sedang menempeli buku besarnya dengan foto-foto. "seharusnya aku tadi memotret pohon hariara," katanya. "Hus, jangan ngomong soal pohon itu," desis Neo yang tidak mengalihkan pandangan dari buku." masih takut?" goda Nara. Neo hanya berdecak kesal. "Hai!" sapa suara dari bawah. Neo melihat ke bawah. seorang anak perempuan berambut panjang dan berdaster putih melambai. Mata Neo terpicing. "Hei, ini sepatu kamu, kan? " seru anak itu. Nara juga melihatnya lalu segera turun. anak itu mengacungkan sepatu itu saat Nara sudah di dekatnya. Rambut anak itu sekarang jauh lebih rapi. ternyata dia tidak menyeramkan. senyumnya manis dan matanya bersinar ramah. aku pasti tadi mengagetkan kalian. maaf, rambutku memang tak karuan kalau habis bangun tidur." "Neo, ke sinilah. dia ini bukan hantu. "pelan-pelan Neo menyingkirkan bukunya lalu turun "kata pak binsar, kamu hantu betulan!" ucap Neo yang sudah bersembunyi di belakang Nara "jangan percaya sama tulang. dia memang suka menggoda anak kecil.""tulang ayam atau sapi? " tanya Nara. anak itu tertawalalu menerangkan bahwa pak binsar masih saudaranya. tulang artinya paman. lalu, dia menyebutkan namanya yaitu mora sihaloho. namu orang-orang biasanya memanggilnya butet yang artinya anak perempuan. Nara mengacungkan tangannya dan butet menyambutnya. mereka bersalaman erat."aku Nara dan ini adikku Neo. kami kembar." kepala Neo menyebul dari punggung Nara, "hai katanya. mata Nara memicing seolah tidak percaya bahwa Nara dan Neo kembar. Nara hanya tersenyum lalu menjelaskan bahwa tadi ke rumah butet untuk mencari bau wangi misterius. butet mengangguk-angguk.
Dari BAB 1 dan 2 apa hobi Neo dan Nara?
ReplyDeleteHobi mereka adalah menjelajah pulau atau hutan dan juga sering menangkap gambar BURUNG
ReplyDeleteHobi NARA adalah menjelajahin pulau dan mengambil gambar, sedangkan NEO lebih suka tinggal di rumah membantu Papa.
ReplyDeleteNara suka menjelajah alam dan memfoto sedangkan Neo suka membaca buku dan membantu papanya memasak di rumah.
ReplyDelete